Friday, 22 February 2019

Kepada lelaki yg menempati relung hati

Teruntuk, lelaki yang selalu menempati relung hati.

Waktu terus berjalan, menyisakan kenangan dikala masa lampau. Rasanya masih hangat, walau sudah lama terjadi.

Masih saja terasa tiupan angin pada saat dirimu mengajakku berkeliling menikmati malam yg sunyi,  perjalanan diisi dengan aku yang memiliki rasa ingin tahu dan terus menerus bertanya padamu, namun kau tak pernah lelah menjawab semua pertanyaan lugu ku.

Ayah, 
maaf jika dulu saat makin beranjak dewasa, semakin sulit bersua denganmu. Kita seakan sibuk dengan urusan yang ada, kau sibuk dengan pekerjaanmu demi menghidupkan pusat kebahagianmu, yaitu kami. Lalu aku yang semakin sibuk mengejar cita cita demi membanggakan kalian.

Ayah,
Aku selalu rindu untuk mengobrol dan bercanda denganmu lagi, ditemani sepoci teh hitam,minuman kesukaanku selamanya, bersama mama memeluk anak kecil yg kini telah menjadi calon penerus mama pula.
Aku rindu suasana kala itu, rasanya hangat sampai-sampai lebih hangat dari  sepoci teh waktu itu.

Ayah,
Sebenarmya banyak yang ingin aku sampaikan kepadamu, andai engkau masi bersama kami.
Inginnya kubilang, yah istirahatlah, walau hanya sejenak tak apa.
Mari betualang lagi.
Mari mengajariku membaca dunia lagi.
Dan kumohon katakan jika kondisi kesehatanmu memburuk, jangan memendamnya sendiri.
Agar tak tertanam sesal yg menyesakkan seperti yg kami alami saat ini.
andai bisa, ingin rasanya ku sampaikan itu.

Ayah, 
kemarin aku pulang ke rumah yang selalu menjadi tempat kita mencurahkan segalanya. Aku datang untuk kembali merasakan hangatnya suasana rumah, dimana kita duduk di ruang tengah sambil bercanda tawa, dengan mama yang sibuk menyiapkan makanan serta si kecil yg lengket dipunggungmu kemanapun engkau pergi.

Tapi sayangnya hanya sepi yg kutemui.

Kini hanya bisa kupandang sebentuk batu dengan tulisan namamu, sebaris nama yg sampai matipun akan tersimpan di hati ini.

aku tidak pernah menyesal jadi putrimu. aku hanya menyesal tak pernah membahagiakan mu.

Maka kutulis ini, ungkapan renjanaku yg tak pernah mengenal tepi.

Dari aku yang beruntung telah menjadi anak dari seorang ayah yang dipenuhi cinta dan welas asih.

Surabaya, 22 feb 2019

No comments:

Post a Comment